Setiap orang memang memiliki waktunya sendiri untuk memutuskan
jatuh cinta menjadi pilihan untuk mencintai. Tetapi tak jarang juga
pilihan itu diwarnai oleh euforia perasaan yang kemudian diakhiri dengan
berakhirnya hubungan secepat kilat. Alhasil kita merasa salah memilih
dan menangis berminggu-minggu karena menyesali keputusan yang telah
diambil.
Tetapi
sebenarnya ada cara untuk mengukur apakah kita terlalu cepat jatuh cinta
sehingga proses mendefinisikan cinta menjadi terburu-buru. Dan cara itu
adalah:
Kenali perbedaan antara jatuh cinta dengan kagum
Menurut Lynn Harris, penasehat hubungan yang menulis buku He Loved Me, He Loves Me Not, jatuh cinta dan kagum pada seseorang hanya dipisahkan oleh garis tipis. Bahkan tak jarang keduanya datang secara bersamaan.
Itu
mengapa kita perlu bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita sangat
nyaman untuk berada di sampingnya? “Tak hanya sekadar nyaman, tapi juga
bebas untuk menjadi diri sendiri serta memberikan kebebasan yang sama
pada calon cinta baru kita,” ucap Harris.
Karena sebuah hubungan akan selalu diwarnai dengan kekurangan dan kelebihan dari dua belah pihak, maka yang perlu kita pertimbangkan adalah seberapa siap kita dan calon pasangan menerimanya.
Karena sebuah hubungan akan selalu diwarnai dengan kekurangan dan kelebihan dari dua belah pihak, maka yang perlu kita pertimbangkan adalah seberapa siap kita dan calon pasangan menerimanya.
Amati speed perkenalan yang kita gunakan
Sebenarnya
kita yang paling mengerti seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
mengenal lawan jenis yang kemudian diikuti dengan keputusan
mencintainya. Jika memang dirasa terlalu cepat, jangan sungkan untuk
mengatakannya pada calon pasangan. “Katakan saja bahwa kita butuh
mengenal dia dengan ritme yang kita miliki,” Haris menyarankan.
Waspada reaksi impulsif
Tanpa
kita sadari, saat tengah melakukan pendekatan dengan seorang laki-laki,
biasanya kita akan menghubungi dia sesering mungkin. Dalam sehari bisa
jadi ada lebih dari 5 telepon dari kita yang masih harus dilengkapi
dengan SMS singkat hanya untuk bertanya, “Sudah makan?”
Menurut
Harris, telepon dan SMS yang terlalu sering dalam satu hari bisa
diinterpretasikan salah oleh "target" kita. “Pelankan kecepatan kita,
dan nikmatilah momen dimana kita benar-benar bisa bercerita banyak hanya
dengan satu kali telepon.”
Saat respons dari calon pasangan sudah terlihat positif, kita bisa meningkatkan intensitas perhatian melalui telepon dan SMS. “Bahkan saat kita sudah resmi pacaran, semua itu bisa kita ekspresikan dengan lebih leluasa.”
Saat respons dari calon pasangan sudah terlihat positif, kita bisa meningkatkan intensitas perhatian melalui telepon dan SMS. “Bahkan saat kita sudah resmi pacaran, semua itu bisa kita ekspresikan dengan lebih leluasa.”
Jangan terlalu sering membicarakan masa depan
Jika
kita belum resmi berpacaran dengan si dia, pembicaraan mengenai
membentuk sebuah keluarga bukanlah topik yang cukup pas. Terlebih jika
kita terlalu sering memancing topik tersebut. “Ini akan mengesankan kita
hanya ingin resmi menyandang status in a relationship,” ucap Laurie Puhn, JD, penulis Instant Persuasion: How to Change Your Words to Change Your Life.
Bila
terlalu sering membahas topik ini, pola interaksi yang terbentuk hanya
akan berpusat pada keinginan kita, bukan pada interaksi antara kita
dengan calon pasangan kita. Itu mengapa Puhn menyarankan agar kita pergi
ke tempat-tempat yang bisa menunjukkan kualitas kebersamaan kita dengan
calon pasangan. “Fokuslah pada interaksi Anda berdua,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar